Rabu, 18 November 2020

[REVIEW BUKU] Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

 



Judul Asli: The Subtle Art Of Not Giving A F*ck

Judul: Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Penulis: Mark Manson

Penerbit: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Editor: Adinto F. Susanto

Alih Bahasa: F. Wicakso

ISBN: 978-602-452-698-6

Harga: Rp. 67.000,00 (p. Jawa)

Jenis buku: Self improvement

Usia: 17+

Rating dari saya pribadi: 4,5 / 5


Bagian pertama dalam buku ini kita sudah diberi kalimat "Jangan Berusaha". Awalnya saya bingung, kenapa kita tidak boleh berusaha? Lalu ketika dibaca selanjutnya, saya merasa ada benarnya juga. Awal kisah menceritakan seseorang yang bernama Charles Bukowski yang merupakan pecandu alkohol, senang main perempuan, pejudi kronis, kasar, kikir, tukang hutang, namun dia adalah seorang penyair.


Bukowski bercita-cita jadi penulis namun karya-karyanya selalu ditolak, dia pun bekerja sebagai seorang penyortir surat di kantor pos. Disini dicertiakan bahwa Bukowski tidak berusaha untuk mencapai cita-citanya tersebut, dia menjalani hidup dengan apa adanya dirinya. Jika dibaca dengan sungguh-sungguh Mark menuliskan cerita tersebut dari sudut pandang yang unik, walaupun dengan judul yang sangat membuat bingung. Justru katanya, dengan tidak berusaha seseorang bisa lebih baik mengerjakan sesuatu ketimbang melakukan sesuatu dengan dipaksakan.


Lalu diceritakan bagaimana dampak sosial media mempengaruhi kita sebagai pengkonsumsinya sehari-hari. Dimana sosial media hanya menjadi ajang pamer dan membuat orang yang melihatnya merasa dirinya tidak sebaik apa yang orang lain tampilkan. Justru permasalahan kita kebanyakan karena terus menerus berpikir bahwa kita tidak memiliki kemampuan, sedangkan orang lain bisa sangat memukau. Sangat nyata terjadi kan?

Lalu ada kalimat seperti ini di buku "Hasrat untuk mengejar semakin banyak pengalaman positif sesungguhnya adalah sebuah pengalaman negatif. Sebaliknya, secara paradoksal, penerimaan seseorang terhadap pengalaman negatif justru merupakan sebuah pengalaman positif."


Hal itu dibaratkan semakin kita mengejar kekayaan maka kekayaan itu semakin menjauh. Kita tidak akan pernah merasa kaya jika terus mengejarnya. Begitupun cinta semakin mengejar cinta maka kita semakin merasa tidak dicintai. Dan banyak contoh lain yang dituliskan Mark disana. Justru pengalaman pahit sering kali membuat kita dapat bangkit dan menjadikan pengalaman pahit itu sebagai pelajaran dikemudian hari. Lalu ketika seseorang selalu diberikan kemudahan dalam hidup, manusia akan semakin egois.


Dan dijelaskan lebih lanjut lagi jika:

Seni #1: masa bodoh bukan berarti menjadi acuh tak acuh, masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda

Seni #2: untuk bisa mengatakan "bodo amat" pada kesulitan, pertama-tama anda harus peduli terhadap sesuatu yang jauh lebih penting dari kesulitan

Seni #3: entah anda sadari atau tidak, anda selalu memilih suatu hal untuk diperhatikan


Lalu ada bab dimana dikatakan "Anda Tidak Istimewa", disini diceritakan seorang bernama Jimmy yang pintar sekali berbicara meyakinkan orang lain bahwa dirinya hebat, sehingga cenderung menjadi narsisistik, bahkan ingin selalu tampil sempurna tanpa ada kekurangan. Padahal orang yang benar-benar memiliki penghargaan diri yang tinggi mampu melihat bagian negatif dari pribadinya secara blak-blakan. Sebenarnya disini saya disadarkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna.

Lalu di akhir Bab Mark menceritakan pengalamannya berdiri di dekat tebing seperti orang yang ingin bunuh diri. Mark merasakan bahwa tubuh kita pada dasarnya akan memberi sinyal bahaya, semakin mendekati tebing jurang tubuh semakin merasa tegang. Mark duduk di ujung dan merefleksikan berapa kehidupan ini akan diakhiri dengan kematian.

Begitulah sedikit part dari tulisan Mark manson, yang menurut saya pribadi tulisan ini memiliki sudut pandang yang sangat unik, harus benar-benar dibaca dengan cermat agar tidak menjadi salah tafsir bagi orang yang membacanya. Buku yang memberikan cerita-cerita menohok di dalam hati saya membuat saya sambil membaca juga merefleksikan kisah sehari-hari saya. Secara keseluruhan buku ini sangat bagus, tidak heran buku ini telah menjadi buku terlaris versi New york Times dan Globe and Mail. Dan karena buku ini adalah buku terjemahan ada kalimat-kalimat yang sedikit aneh ketika diterjemahkan, namun masih dapat dipahami dengan mudah. Buku ini juga terkesan santai dalam penyampaiannya, meskipun bagi saya cover bukunya memperlihatkan kesan yang kaku. Buku ini sangat layak dikonsumsi untuk usia 17 tahun keatas yang sedang pusing -pusingnya dalam menjalani kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar